Senin, 21 November 2011

Hukum Perkawinan

                                        

OLEH : 

                                         JOE. ELHANIF




KATA PENGANTAR

Bismillahhirrahmanirrahim, sebelumnya saya mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karuniaNya sehingga penyusunan tugas ini dapat saya selesaikan.
Tugas mata kuliah HUKUM PERKAWINAN yang berjudul sama, Hukum Perkawinan ini disusun untuk memenuhi nilai tugas individu pada Semester-5 fakultas Hukum Universitas Darussalam Ambon.
Saya menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna dan banyak kekurangannya. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun  dari berbagai pihak sebagai masukan di waktu yang akan datang.
Selesainya tugas ini tidaklah terlepas dari adanya bimbingan, bantuan dan petunjuk serta saran dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini saya menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya.
Demikian hal ini disampaikan, atas perhatiannya saya ucapakan terima kasih.
Wassalam.


Daftar Isi
Kata pengantar
Daftar isi

BAB I.
Pendahuluan
1.1  Latar Belakang
1.2  Tujuan dan Manfaat

Bab II.
2.1 Permasalahan

Bab III.
Pembahasan
3.1 Pengertian Hukum Perkawinan
3.2 Pentingnya Hukum Perkawinan
3.3 Penerapan Hukum Perkawinan Di Indonesia

Penutup
      Kesimpulan
      Saran



BAB I
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Sejak dilahirkan ke dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia Iainnya dalam suatu pergaulan hidup. Di dalam bentuknya yang terkecil, hidup bersama itu dimulai dengan adanya sebuah keluarga. Dimana dalam keluarga gejala kehidupan umat manusia akan terbentuk paling tidak oleh seorang Iaki-Iaki dan seorang perempuan. Hidup bersama antara seorang Iaki-Iaki dan seorang perempuan yang telah memenuhi persyaratan inilah yang disebut dengan perkawinan. Perkawinan merupakan suatu ikatan yang malahirkan keluarga sabagai salah satu unsur dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sedemikian Iuhurnya anggapan tentang suatu perkawinan menyebabkan terlibatnya seluruh kerabat dan bahkan seluruh anggota masyarakat itu yang memberi petuah dan nasahat serta pengharapan agar dapat dilihat dalam kanyataan bahwa dalam kehidupan masyarakat kita, bahwa tidak ada suatu upacara yang paling diagungkan selain upacara perkawinan.

Perkawinan memerlukan pertimbangan yang matang agar dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama di dalam menjalin hubungan antara suami istri diperlukan sikap toleransi dan menempatkan diri pada peran yang semestinya. Sikap saling percaya dan saling menghargai satu sama Iain merupakan syarat mutlak untuk bertahannya sebuah perkawinan. Suami istri harus mau menjalankan hak dan kewajibannya secara seimbang agar tidak muncul masalah dalam perkawinan. Perkawinan adalah suatu perbuatan hukum, sehingga konsekuansi bagi setiap parbuatan hukum yang sah adalah menimbulkan akibat hukum, barupa hak dan kawajiban bagi kadua belah pihak suami istri atau juga pihak Iain dengan siapa salah satu pihak atau kedua-duanya atau suami istri mangadakan hubungan. Dengan demikian perkawinan itu merupakan salah satu perbuatan hukum dalam masyarakat, yaitu peristiwa kamasyarakatan yang 0Iah hukum diberikan akibat-akibat. Adanya akibat hukum ini panting sekali hubungannya dengan sahnya parbuatan hukum itu, sehingga suatu perkawinan yang menurut hukum dianggap tidak sah umpamanya anak yang Iahir di Iuar pernikahan, maka anak yang dilahirkan itu akan merupakan anak yang tidak sah.


1.2. TUJUAN DAN MANFAAT
Tujuan dari penyusunan makalah ini antara Iain :
l. Untuk memenuhi tugas mata kuliah hukum perkawinan
2. Untuk menambah pengetahuan tentang apa itu hukum dan perkawinan
3. Untuk mengetahui pentingnya hukum dalam perkawinan
4. Untuk mengetahui bagaimana hukum perkawinan di indonesia
Manfaat yang didapat dari makalah ini adalah :
1. Mahasiswa dapat menambah pengetahuan tentang Hukum Perkawinan
2. Mahasiswa dapat mengetahui pentingnya hukum dalam perkawinan
3. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana hukum perkawinan di indonesia



BAB II
2.1. Permasalahan
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam makalah ini bias diperoleh hasil yang diinginkan maka Kami mengemukakan beberapa parmasalahan sebagai berikut :
1. Apakah Hukum Perkawinan itu
2. Mengapa Hukum Penting Dalam Perkawinan
3. Bagaimana Hukum Perkawinan Di Indonesia


BAB III
Pembahasan
3.1. Pengertian Hukum Perkawinan
Kata "hukum" mangandung makna yang Iuas maliputi semua paraturan atau katantuan tartulis maupun tidak tartulis yang mangatur kahidupan masyarakat dan manyadiakan sanksi tarhadap pelanggarnya. Para ahli sarjana hukum membarikan pangartian hukum dangan malihat dari barbagai sudut yang berlainan dan titik baratnya. Barbada-beda antara ahli yang satu dangan yang Iain, karana itu tidak ada kasatuan atau kasaragaman tantang datinisi hukum, antara Iain di bawah ini:
A. Menurut Van Kan Hukum merupakan kasaluruhan paraturan hidup yang bersifat memaksa untuk malindungi kapantingan manusia di dalam masyarakat.
B. Menurut Utrecht Hukum merupakan himpunan paraturan (baik barupa parintah maupun Iarangan) yang mangatur tata tartib dalam suatu masyarakat dan seharusnya ditaati olah anggota masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu palanggaran patunjuk hidup tarsebut dapat manimbulkan tindakan dari pihak pemarintah.
C. menurut Wiryono Kusumo Hukum adalah merupakan kasaluruhan paraturan baik yang tartulis maupun tidak tartulis yang mangatur tata tartib di dalam masyarakat dan tarhadap palanggarnya umumnya dikenakan sanksi. Dari pandapat para ahli hukum balum tardapat satu kasatuan manganai pengartian hukum, namun dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa hukum mamiliki babarapa unsur yaitu:
a. Adanya paraturan/katantuan yang memaksa
b. Berbentuk tartulis maupun tidak tartulis
c. mengatur kehidupan masyarakat
d. Mempunyai sanksi.


Karena itu pangertian hukum adalah paraturan-paraturan yang dibuat 0Iah badan yang barwanang yang barisi parintah ataupun Iarangan untuk mangatur tingkah Iaku manusia guna mancapai keadilan, kaseimbangan dan keselarasan dalam hidup. Dangan kata Iain untuk mancagah tarjadinya kakacauan dan Iain sabagainya dalam hidup.
Perkawinan merupakan suatu ikatan yang melahirkan keluarga sabagai salah satu unsur dalam kahidupan barmasyarakat dan barnagara, yang diatur olah aturan hukum dalam hukum tertulis (hukum negara) maupun hukum tidak tertulis (hukum adat).
Hukum negara yang mengatur mengenai masalah perkawinan adalah Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemarintah Nomor 9 Tahun 1975 tantang Palaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Di Iain pihak hukum adat yang mangatur mangenai perkawinan dari dulu hingga sekarang tidak berubah, yaitu hukum adat yang telah ada sejak jaman nenek moyang hingga sekarang ini yang merupakan hukum yang tidak tertulis.
Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 perkawinan dan tujuannya adalah sabagai berikut : "Ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa". Lalu, menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 2 disebutkan, bahwa perkawinan adalah pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.[1]
Selain rurnusan pada dua peraturan tersebut, beberapa pakar hukum juga memberikan pengertian tentang perkawinan. Prof. Subekti S.H mengatakan perkawinan adalah pertalian yang sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk waktu yang lama.[2]
Dengan damikian hukum perkawinan adalah peraturan-paraturan yang dibuat yang dibuat olah badan yang barwanang yang berisi parintah ataupun Iarangan untuk mengatur perkawinan guna mancapai keadilan, kaseimbangan dan keselarasan dalam perkawinan.
3.2. Pentingnya Hukum Perkawinan
Perkawinan adalah suatu proses untuk mangikat dua sejoli dalam satu ikatan yang suci, sabagai gerbang mambina sebuah rumah tangga. Karena itu ada baberapa persyaratan harus dipenuhi agar perkawinan tersebut sah secara agama dan sah secara hukum. Pernikahan sah sacara agama apabila perkawinan tersebut sesuai dengan ajaran agama yang dianut. Sedangkan pernikahan tersebut dikatakan sah secara hukum apabila sesuai dangan hukum pernikahan yang berlaku.
Perkawinan dianggap sah sacara hukum apabila sesuai dangan Undang-Undang Perkawinan yang telah ada. Dalam perkembangan masyarakat fungsi hukum perkawinan adalah :
a. Sebagai alat pengatur tata tartib hubungan masyarakat Hukum memberi petunjuk dalam hal perkawinan, sehingga segala sesuatunya berjalan tertib dan teratur. Begitu pula hukum dapat memaksa agar hukum itu ditaati anggota masyarakat.
b. Sebagai sarana untuk mewujudkan kaadilan sosial Iahir dan batin. Hukum mempunyai ciri memerintah dan melarang, bersifat memaksa dan daya mengikat, maka hukum dapat mambarl kaadilan untuk manantukan slapa yang bersalah dan siapa yang benar.
c. Sebagai sarana penggerak pembangunan. Hukum dijadikan alat untuk membawa masyarakat ke arah yang Iebih maju dalam perkawinan. Perkawinan selanjutnya disebut pemikahan, merupakan sebuah Iembaga yang memberikan Iegimltasi seorang prla dan wanita untuk bisa hldup dan berkumpul bersama dalam sebuah keluarga. Ketenangan atau ketentraman sebuah keluarga ditentukan salah satunya adalah bahwa pernikahan itu harus sesuai dengan dengan tuntutan syariat Islam ( bagi orang Islam ). Selain itu untuk mewujudkan fungsi hukum perkawinan, pernikahan itu harus tercatat di Kantor Urusan Agama / Catatan Sipil.
Pencacatan perkawinan pada prinsipnya merupakan hak dasar dalam keluarga. Selain itu merupakan upaya perlindungan terhadap isteri maupun anak dalam memperoleh hak-hak keluarga separti hak warls dan Iain-Iain. Dalam hal nikah siri atau perkawinan yang tidak dicatatkan dalam administrasi negara mengakibatkan persmpuan tidak memlliki kekuatan hukum dalam hak status pengasuhan anak, hak waris, dan hak-hak Iainnya ssbagai istri yang pas, akhirnya sangat merugikan pihak perempuan. Pada kesempatan ini saya sampaikan beberapa dasar hukum menganai pencatatan perkawlnan / pernikahan, antara Iain:
1. Undang-Undang Tentang No 22 Tahun 1946
Mengatakan : Nikah yang dilakukan menurut agama Islam, selanjutnya disebut nikah, diawasi oleh Pegawai Pencatat Nikah yang diangkat oleh menteri Agama atau pegawai yang ditunjuk olehnya. Talak dan rujuk yang dilakukan menurut agama Islam salanjutnya disebut talak dan rujuk, dlbaritahukan kepada Pegawai Pencatat Nikah. Pasal ini memberitahukan legalisasi bahwa supaya nikah,ta|ak, dan rujuk menurut agama Islam supaya dlcatat agar mandapat kepastian hukum. Dalam Negara yang teratur segala hak-hak yang bersangkut pada dengan kepandudukan harus dicatat, sabagai kelahiran, pernikahan, kematian, dan sebagainya Iagi pada perkawinan perlu di catat ini untuk menjaga jangan sampai ada kekecauan.
2. Undang-undang No 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 2 Ayat 2
menyatakan: "Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan parundang-undangan yang
barlaku."
3. PP NOMOR 9 TAHUN 1975 TENTANG PELAKSANAAN UU NOMOR 1 TAHUN
1974 TENTANG PERKAWINAN. Bab II Pasal 2 Ayat 1: "Pencatatan Perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut Agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 32 tahun 1954 tentang Pencatat Nikah,Talak, dan Rujuk."
Ayat 2: "Pencatatan Perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut agamanya dan kepercayaannya itu selain agama Islam dilakukan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan pada Kantor Catatan Sipil sabagaimana dimaksud dalam berbagai perundang-undangan mengenai pencatatan perkawinan."
Ayat 3: "Dangan tidak mengurangi katentuan-ketentuan yang khusus berlaku bagi tatacara pencatatan perkawinan berdasarkan berbagai peraturan yang berlaku, tata cara pencatatan perkawinan dilakukan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 3 samapai Pasal 9 Peraturan Pemerintah."
Pasal 6; Ayat 1: "Pagawai Pencatat yang menerima pemberitahuan kehendak malangsungkan perkawinan, meneliti apakah syarat-syarat perkawinan telah dipanuhi dan apakah tidak terdapat halangan perkawinan menurut Undang-undang."
Ayat 1: "Selaln penelitian terhadap hal sebagai dimaksud dalam ayat (1), Pagawai Pencatat meneliti pula:
1.Kutipan Akta Kalahiran atau surat kanal Iahir calon mempelai. Dalam hal tidak ada akta kelahiran atau surat kenal Iahir dapat dipergunakan suratketerangan yang manyatakan umur dan asal-usul calon mempelai yang diberikan oleh Kepala Desa atau yang sctingkat dengan itu;
2. Keterangan mengenai nama, agama/kepercayaan, pekerjaan, dan tempat tinggal orang tua calon mempelai;
3. Izin tertulis/izin Pengadilan sebagai dimaksud dalam pasal 6 ayat (2), (3), (4), dan (5) Undang-undang, apabila salah saorang calon mempelai atau keduanya belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun;
4. Izin Pengadilan sebagai dimaksud pasal 14 Undang-undang; dalam hal calon mempelai adalah seorang suami yang masih mempunyai isteri;
5. Dispensasi Pengadilan / Pejabat sebagai dimaksud PasaI7 ayat (2) Undang-undang;
6. Izin kematian isteri atau suami yang terdahulu atau dalam hal perceraian surat keterangan perceraian, bagi perkawinan untuk kedua kalinya atau Iebih;
7. Izin tertulis dari Pejabat yang ditunjuk oleh Manteri HANKAM / PANGAB, apabila salah satu calon mempelai atau keduanya anggota Angkatan Bersenjata;
8. Surat kuasa otentik atau dibawah tangan yang disahkan Pagawai Pencatat, apabila salah seorang calon mempelai atau keduanya tidak dapat hadir sendiri karena sesuatu alasan yang penting, sehingga mewakilkan kepada orang Iain.


Mengapa Perkawinan Harus Dicatat? Nikah yang sah menurut undang-undang adalah nikah yang telah mamenuhi syarat-syarat yang ditentukan dan dicatat oleh Pegawai Pancatat Nikah (PPN). Pencatatan ini dilakukan jika ketentuan dan paraturan sebagaimana Peraturan Menteri Agama Nomor 11 Tahun 2007 telah dipenuhi. Ada bebarapa manfaat pencatatan pernikahan :
1. Mendapat perlindungan hukum. Misalnya tarjadi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), Jika sang istri yang pernikahannya secara siri atau tidak dicatatkan mangadu kepada pihak yang berwajib, pengaduannya sabagai istri yang mendapat tindakan kekerasan tidak akan dibenarkan. Alasannya, karena sang istri tidak mampu manunjukkan bukti - bukti otantik akta pernikahan yang resmi.
2. Memudahkan urusan perbuatan hukum Iain yang terkait dengan pernikahan. Akta nikah akan membantu suami isteri untuk malakukan kebutuhan Iain yang berkaitan dengan hukum, damikian juga dengan akta kelahiran, aklbat hukum dari anak-anak yang dllahirkan dl Iuar perkawinan atau perkawinan yang tidak tercatat, selain dlanggap anak tidak sah, juga hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu atau keluarga lbu (Pasal 42 dan 43 Undang-Undang Perkawinan). Selain itu hubungan perdata dengan ayahnya tidak ada.
3. Legalitas formal pernikahan di hadapan hukum. Pernikahan yang dianggap legal sacara hukum adalah pernikahan yang dicatat oleh Petugas Pencatat Nikah (PPN) atau yang dltunjuk olahnya. Karenanya, walaupun secara agama sebuah pernikahan yang tanpa dicatatkan oleh PPN, pada dasarnya illegal menurut hukum.
4. Terjamin hak-haknya. Isteri dan anak berhak memperoleh nafkah dan warisan dari suami / ayahnya.
5. Terjamin keamanannya. Sabuah pernikahan yang dicatatkan sacara resmi akan terjamin keamanannya dari kemungkinan terjadinya pemalsuan dan kecurangan Iainnya. Misalnya, seorang suami atau istri hendak memalsukan nama mareka yang terdapat dalam Akta Nikah untuk keperluan yang menyimpang. Maka, keaslian Akta Nikah itu dapatdibandingkan dengan salinan Akta Nikah tersebut yang terdapat di KUA tempat yang bersangkutan menikah dahulu.


3.3. Penerapan Hukum Perkawinan Di Indonesia
Di Indonesia ketentuan yang berkenaan dengan perkawinan telah diatur dalam peraturan perundang-undangan negara yang khusus berlaku bagi warga negara Indonesia. Aturan perkawinan yang dimaksud adalah dalam bentuk undang-undang yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan peraturan pelaksanaannya dalam bentuk Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Undang-undang ini merupakan hukum materiil dari perkawinan, sedangkan hukum formalnya ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006.
Kompilasi Hukum Islam tentang Hukum  Perkawinan
Kompilasi Hukum Islam terdapat dalam instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor I Tahun 1991. Hukum perkawinan terdapat di dalam Buku I kompilasi Hukum Islam.
a. Perkawinan menurut kompilasi hukum Islam
Perkawinan menurut hukum islam adalah akad yang sangar kuat atau misaqan ghalizan untuk menaati perintah Allah Swt. dan melaksanakannya merupakan ibadah. Perkawinan bertujuan mewujudkan kehidupan rumah tangga  yang sakinah, mawaddah, dan rahmah  seperti  yang terdapat dalam pasal 3 Kompilasi Hukum islam.
Perkawinan yang sah menurut pasal 4. yaitu perkawinan yang  dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No, 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.
b. kewajiban Pencatatan Perkawinan
undang-undang No. 1 Tahun 1974, Pasal 2 ayat 2 menegaskan bahwa setiap perkawinan dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku. Dalam kompilasi hukum islam dijelaskan sebagai berikut.
1) Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam, setiap perkawinan harus dicatat
2) pencatatan perkawinan tersebut, dilakukan oleh pegawai pencatat nikah sebagaimana diatur dalam Undang- Undang No. 22 Tahun 1946 jo Undang-Undang No. 32 Tahun 1954
3) Untuk memenuhi ketentuan tersebut, setiap perkawinan harus dilangsungkan di hadapan dan di bawah pengawasan pegawai pencatat nikah



4) Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan pegawai pencatat perkawinan tidak mempunyai kekuatan hukum
5) perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat oleh pegawai pencatat nikah.[3]
Yang dimaksud dengan Undang-Undang Perkawinan adalah segala sesuatu dalam bentuk aturan yang dapat dan dijadikan petunjuk dalam hal perkawinan dan dijadikan pedoman hakim di Iembaga Peradilan Agama dalam memeriksa dan memutuskan perkara perkawinan, baik secara resmi dinyatakan sebagai peraturan perundang-undangan negara atau tidak.
Adapun yang sudah menjadi peraturan perundang-undangan negara yang mengatur perkawinan yang ditetapkan setelah Indonesia merdeka adalah :
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang penetapan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Tanggal 21 November 1946 Nomor 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk di seluruh daerah Iuar Jawa dan Madura.
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, yang merupakan hukum materiil dari perkawinan.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama Diantara beberapa hukum perundang-undangan tersebut di atas pembahasan diarahkan kepada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, karena hukum materiil perkawinan keseluruhannya terdapat dalam undang-undang ini.
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 hanya sekedar menjelaskan aturan pelaksanaan dari beberapa materi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, sedangkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 mengatur hukum acara ( formil ) dari perkawinan.


Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1975 terdapat 14 Bab yaitu :
1. Bab I tentang Dasar Perkawinan terdiri dari pasal 1 s/d 5.
2. Bab II tentang Syarat - syarat perkawinan terdiri dari pasal 6 s/d 12
3. Bab III tentang Pencegahan Perkawinan terdiri dari pasal 13 s/d 21
4. Bab IV tentang Batalnya perkawinan terdiri dari pasal 22 s/d 28
5. Bab V tentang Perjanjian perkawinan terdiri dari pasal 29
6. Bab VI tentang Hak dan kewajiban suami isteri terdiri dari pasal 30 s/d 34
7. Bab VII tentang Harta benda dalam perkawinan terdiri dari pasal 35 s/d 37
8. Bab VIII tentang Putusnya perkawinan serta akibatnya terdiri dari pasal 38 s/d 41
9. Bab IX tentang Kedudukan anak terdiri dari pasal 42 s/d 44
10. Bab X tentang Hak dan kewajiban antara orang tua dan anak terdiri dari pasal 45 s/d 49
11. Bab XI tentang Perwalian terdiri dari pasal 50 s/d 54
12. Bab XII tentang Ketentuan - Ketentuan Iain terdiri dari pasal 55 s/d 63
13. Bab XIII tentang Keztentuan peralihan tcrdiri dari pasal 64 s/d 65
14. Bab XIV tentang Ketentuan penutup terdiri dari pasal 66 s/d 67


Penutup
Kesimpulan
Perkawinan adalah suatu perbuatan hukum, sehingga konsekuensi bagi setiap perbuatan hukum yang sah adalah menimbulkan akibat hukum, berupa hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak suami istri atau juga pihak Iain dengan siapa salah satu pihak atau kedua - duanya atau suami istri mengadakan hubungan. Dengan demikian perkawinan itu merupakan salah satu perbuatan hukum dalam masyarakat, yaitu peristiwa kemasyarakatan yang oleh hukum diberikan akibat-akibat.  
Adanya akibat hukum ini penting sekali hubungannya dengan sahnya perbuatan hukum itu, sehingga suatu perkawinan yang menurut hukum dianggap tidak sah umpamanya anak yang Iahir diluar perkawinan, maka anak yang dilahirkan itu akan merupakan anak yang tidak sah.
Pencatatan perkawinan memegang peranan yang sangat penting dalam suatu perkawinan karena pencatatan termasuk suatu syarat diakui atau tidaknya suatu perkawinan oleh negara, dalam hal ini banyak membawa konsekuensi bagi yang bersangkutan. Bilamana suatu perkawinan tidak dicatat sekalipun perkawinan itu sah menurut ajaran agama atau kepercayaan, perkawinan tersebut tidak diakui oleh negara, begitu pula segala akibat yang timbul dari perkawinan.
Di Indonesia ketentuan yang berkenaan dengan perkawinan telah diatur dalam peraturan perundang-undangan negara yang khusus berlaku bagi warga negara Indonesia. Aturan perkawinan yang dimaksud adalah dalam bentuk undang-undang yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan peraturan pelaksanaannya dalam bentuk Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.


Saran
Hukum dalam perkawinan sangatlah panting peranannya dalam kehidupan manusia dalam bermasyarakat guna mewujudkan perkawinan yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Demi mewujudkan tujuan tersebut maka sangat penting agar perkawinan dicatat sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku.
Hukum Perkawinan sesuai dalam undang undang Nomor 1 Tahun 1974 sebaiknya dijalankan dan ditaati dengan baik oleh masyarakat yang berkepentingan agar segala sesuatunya dalam perkawinan berjalan tertib dan teratur.




[1] Libertus Jehani. Perkawinan, Apa Resiko Hukumnya?, (Cet. 1; Jakarta barat: Forum Sahabat, 2008), h. 1 

[2] Subekti. Pokok-pokok Hukum Perdata, (Cet. XI: Jakarta Intermasa, 1987), h. 23
[3] Bachrul Ilmy, Pendidikan Agama Islam untuk SMK Kelas XII, (Cet. 1; bandung: Grafindo Media Pratama, 2007), h. 58

Tidak ada komentar:

Posting Komentar