Jumat, 25 November 2011

Larangan Beribadah Kepada Allah Di sisi Kuburan Orang-orang Soleh


Diriwayatkan dalam shoheh [Bukhori dan Muslim], dari Aisyah ra. bahwa Ummu Salamah ra. bercerita kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam tentang gereja yang ia lihat di negeri Habasyah (Ethiopia), yang didalamnya terdapat rupaka-rupaka (gambar-gambar),  maka Rasulullah bersabda :
"أولئك إذا مات فيهم الرجل الصالح، أو العبد الصالح بنوا على قبره مسجدا، وصوروا فيه تلك الصور، أولئك شرار الخلق عند الله ".
”Mereka itu, apabila ada orang yang sholeh atau hamba yang sholeh meninggal, mereka membangun diatas kuburannya sebuah tempat ibadah, dan mereka membuat didalamnya rupaka-rupaka, dan mereka sejelek-jelek makhluk disisi Allah”.
Mereka dihukumi beliau sebagai sejelek-jelek makhluk karena mereka melakukan dua fitnah sekaligus, yaitu fitnah memuja kuburan dengan membangun tempat ibadah diatasnya dan fitnah membuat rupaka rupaka ( patung-patung ).
Dalam riwayat Imam Bukhori dan Muslim, Aisyah juga berkata : ketika Rasulullah akan diambil nyawanya, beliaupun segera menutup mukanya dengan kain, dan ketika nafasnya terasa sesak maka dibukanya kembali kain itu. Ketika beliau dalam keadaan demikian itulah beliau bersabda :
"لعنة الله على اليهود والنصارى، اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد"
“Laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yahudi dan Nasrani, yang telah menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai tempat peribadatan”.
Beliau mengingatkan umatnya agar menjauhi perbuatan mereka, dan jika bukan karena hal itu, Maka pasti kuburan beliau akan ditampakkan, hanya saja beliau hawatir kalau kuburannya nanti dijadikan tempat beribadah.
Imam Muslim meriwayatkan dari Jundub bin Abdullah, dimana ia pernah berkata : “Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda lima hari sebelum beliau meninggal dunia :
"إني أبرأ إلى الله أن يكون لي منكم خليلا، فإن الله قد اتخذني خليلا كما اتخذ إبراهيم خليلا، ولو كنت متخذا من أمتي خليلا لاتخذت أبا بكر خليلا، ألا وإن من كان قبلكم كانوا يتخذون قبور أنبيائهم مساجد، ألا فلا تتخذوا القبور مساجد فإني أنهاكم عن ذلك"
          “Sungguh, Aku menyatakan setia kepada Allah dengan menolak bahwa aku mempunyai seorang khalil (kekasih mulia) dari antara kalian, karena sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala telah menjadikan aku sebagai kekasihNya, sebagaimana Ia telah menjadikan Ibrahim sebagai kekasihNya, seandainya aku menjadikan seorang kekasih dari umatku, maka aku akan jadikan Abu Bakar sebagai kekasihku. Dan ketahuilah, bahwa sesungguhnya umat-umat sebelum kalian telah menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai tempat ibadah, dan ingatlah, janganlah kalian menjadikan kuburan sebagai tempat beribadah, karena aku benar-benar melarang kalian dari perbuatan itu”.

Senin, 21 November 2011

Hukum Perkawinan

                                        

OLEH : 

                                         JOE. ELHANIF




KATA PENGANTAR

Bismillahhirrahmanirrahim, sebelumnya saya mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karuniaNya sehingga penyusunan tugas ini dapat saya selesaikan.
Tugas mata kuliah HUKUM PERKAWINAN yang berjudul sama, Hukum Perkawinan ini disusun untuk memenuhi nilai tugas individu pada Semester-5 fakultas Hukum Universitas Darussalam Ambon.
Saya menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna dan banyak kekurangannya. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun  dari berbagai pihak sebagai masukan di waktu yang akan datang.
Selesainya tugas ini tidaklah terlepas dari adanya bimbingan, bantuan dan petunjuk serta saran dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini saya menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya.
Demikian hal ini disampaikan, atas perhatiannya saya ucapakan terima kasih.
Wassalam.


Daftar Isi
Kata pengantar
Daftar isi

BAB I.
Pendahuluan
1.1  Latar Belakang
1.2  Tujuan dan Manfaat

Bab II.
2.1 Permasalahan

Bab III.
Pembahasan
3.1 Pengertian Hukum Perkawinan
3.2 Pentingnya Hukum Perkawinan
3.3 Penerapan Hukum Perkawinan Di Indonesia

Penutup
      Kesimpulan
      Saran



BAB I
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Sejak dilahirkan ke dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia Iainnya dalam suatu pergaulan hidup. Di dalam bentuknya yang terkecil, hidup bersama itu dimulai dengan adanya sebuah keluarga. Dimana dalam keluarga gejala kehidupan umat manusia akan terbentuk paling tidak oleh seorang Iaki-Iaki dan seorang perempuan. Hidup bersama antara seorang Iaki-Iaki dan seorang perempuan yang telah memenuhi persyaratan inilah yang disebut dengan perkawinan. Perkawinan merupakan suatu ikatan yang malahirkan keluarga sabagai salah satu unsur dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sedemikian Iuhurnya anggapan tentang suatu perkawinan menyebabkan terlibatnya seluruh kerabat dan bahkan seluruh anggota masyarakat itu yang memberi petuah dan nasahat serta pengharapan agar dapat dilihat dalam kanyataan bahwa dalam kehidupan masyarakat kita, bahwa tidak ada suatu upacara yang paling diagungkan selain upacara perkawinan.

Perkawinan memerlukan pertimbangan yang matang agar dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama di dalam menjalin hubungan antara suami istri diperlukan sikap toleransi dan menempatkan diri pada peran yang semestinya. Sikap saling percaya dan saling menghargai satu sama Iain merupakan syarat mutlak untuk bertahannya sebuah perkawinan. Suami istri harus mau menjalankan hak dan kewajibannya secara seimbang agar tidak muncul masalah dalam perkawinan. Perkawinan adalah suatu perbuatan hukum, sehingga konsekuansi bagi setiap parbuatan hukum yang sah adalah menimbulkan akibat hukum, barupa hak dan kawajiban bagi kadua belah pihak suami istri atau juga pihak Iain dengan siapa salah satu pihak atau kedua-duanya atau suami istri mangadakan hubungan. Dengan demikian perkawinan itu merupakan salah satu perbuatan hukum dalam masyarakat, yaitu peristiwa kamasyarakatan yang 0Iah hukum diberikan akibat-akibat. Adanya akibat hukum ini panting sekali hubungannya dengan sahnya parbuatan hukum itu, sehingga suatu perkawinan yang menurut hukum dianggap tidak sah umpamanya anak yang Iahir di Iuar pernikahan, maka anak yang dilahirkan itu akan merupakan anak yang tidak sah.


1.2. TUJUAN DAN MANFAAT
Tujuan dari penyusunan makalah ini antara Iain :
l. Untuk memenuhi tugas mata kuliah hukum perkawinan
2. Untuk menambah pengetahuan tentang apa itu hukum dan perkawinan
3. Untuk mengetahui pentingnya hukum dalam perkawinan
4. Untuk mengetahui bagaimana hukum perkawinan di indonesia
Manfaat yang didapat dari makalah ini adalah :
1. Mahasiswa dapat menambah pengetahuan tentang Hukum Perkawinan
2. Mahasiswa dapat mengetahui pentingnya hukum dalam perkawinan
3. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana hukum perkawinan di indonesia



BAB II
2.1. Permasalahan
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam makalah ini bias diperoleh hasil yang diinginkan maka Kami mengemukakan beberapa parmasalahan sebagai berikut :
1. Apakah Hukum Perkawinan itu
2. Mengapa Hukum Penting Dalam Perkawinan
3. Bagaimana Hukum Perkawinan Di Indonesia


BAB III
Pembahasan
3.1. Pengertian Hukum Perkawinan
Kata "hukum" mangandung makna yang Iuas maliputi semua paraturan atau katantuan tartulis maupun tidak tartulis yang mangatur kahidupan masyarakat dan manyadiakan sanksi tarhadap pelanggarnya. Para ahli sarjana hukum membarikan pangartian hukum dangan malihat dari barbagai sudut yang berlainan dan titik baratnya. Barbada-beda antara ahli yang satu dangan yang Iain, karana itu tidak ada kasatuan atau kasaragaman tantang datinisi hukum, antara Iain di bawah ini:
A. Menurut Van Kan Hukum merupakan kasaluruhan paraturan hidup yang bersifat memaksa untuk malindungi kapantingan manusia di dalam masyarakat.
B. Menurut Utrecht Hukum merupakan himpunan paraturan (baik barupa parintah maupun Iarangan) yang mangatur tata tartib dalam suatu masyarakat dan seharusnya ditaati olah anggota masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu palanggaran patunjuk hidup tarsebut dapat manimbulkan tindakan dari pihak pemarintah.
C. menurut Wiryono Kusumo Hukum adalah merupakan kasaluruhan paraturan baik yang tartulis maupun tidak tartulis yang mangatur tata tartib di dalam masyarakat dan tarhadap palanggarnya umumnya dikenakan sanksi. Dari pandapat para ahli hukum balum tardapat satu kasatuan manganai pengartian hukum, namun dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa hukum mamiliki babarapa unsur yaitu:
a. Adanya paraturan/katantuan yang memaksa
b. Berbentuk tartulis maupun tidak tartulis
c. mengatur kehidupan masyarakat
d. Mempunyai sanksi.


Karena itu pangertian hukum adalah paraturan-paraturan yang dibuat 0Iah badan yang barwanang yang barisi parintah ataupun Iarangan untuk mangatur tingkah Iaku manusia guna mancapai keadilan, kaseimbangan dan keselarasan dalam hidup. Dangan kata Iain untuk mancagah tarjadinya kakacauan dan Iain sabagainya dalam hidup.
Perkawinan merupakan suatu ikatan yang melahirkan keluarga sabagai salah satu unsur dalam kahidupan barmasyarakat dan barnagara, yang diatur olah aturan hukum dalam hukum tertulis (hukum negara) maupun hukum tidak tertulis (hukum adat).
Hukum negara yang mengatur mengenai masalah perkawinan adalah Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemarintah Nomor 9 Tahun 1975 tantang Palaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Di Iain pihak hukum adat yang mangatur mangenai perkawinan dari dulu hingga sekarang tidak berubah, yaitu hukum adat yang telah ada sejak jaman nenek moyang hingga sekarang ini yang merupakan hukum yang tidak tertulis.
Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 perkawinan dan tujuannya adalah sabagai berikut : "Ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa". Lalu, menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 2 disebutkan, bahwa perkawinan adalah pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.[1]
Selain rurnusan pada dua peraturan tersebut, beberapa pakar hukum juga memberikan pengertian tentang perkawinan. Prof. Subekti S.H mengatakan perkawinan adalah pertalian yang sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk waktu yang lama.[2]
Dengan damikian hukum perkawinan adalah peraturan-paraturan yang dibuat yang dibuat olah badan yang barwanang yang berisi parintah ataupun Iarangan untuk mengatur perkawinan guna mancapai keadilan, kaseimbangan dan keselarasan dalam perkawinan.

Minggu, 06 November 2011

Islam Agama Penebar Kasih Sayang


Allah menjadikan agama ini menjadi perpaduan antara dua kepentingan yakni kepentingan fithrah kita manusia yang memiliki kemestian/kecenderungan untuk bertuhan dan berhubungan dengan tuhan yang diistilahkan oleh agama dengan hablumminallah. Kemudian kepentingan kedua yang juga merupakan fithrah kemanusiaan yakni hubungan sosial kemasyarakatan atau yang diistilahkan dengan hablumminannas. Dalam konteks hablumminannas, tidak ada satu agama manapun yang mengkaitkan secara langsung antara keimanan dan ketaqwaan dan ibadah kepada Allah dengan kepentingan dan kemestian hidup bersosial masyarakat selain agama Islam. Sebagai contoh di dalam Islam kita diperintahkan untuk shalat wajib 5 waktu. Akan tetapi shalat itu akan menjadi perbuatan hina dan tercela jika shalat itu tidak dibarengi dengan semangat bersosial bermasyarakat.

Kita dapati firman Allah ta`ala yang menegaskan cercaan Allah terhadap orang yang shalat dengan model yang seperti ini di dalam surat Al Ma`un (4-7): “maka celakalah orang-orang yang shalat, yakni orang-orang yang shalatnya lalai, dan mereka yang shalatnya itu riya` dan mencegah orang menolong sesamanya”. Di dalam ayat ini Allah menegaskan adanya shalat yang tercela yakni shalat yang tidak dibarenagi dengan kewajiban sosial kemasyarakatan yakni menolong sesama manusia. Jadi ibadah yang paling tinggi di dalam Islam ini yakni shalat, ternyata terkait langsung dengan kewajiban sosial bermasyarakat, sehingga bila kewajiban tersebut tidak dijalankan maka shalatnya menjadi shalat yang celaka dan tercela. Kemudian kita dapati juga di dalam Sabda Rasulullah Shalallahu `alayhi wasallam: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah menyakiti tetangganya“. [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (6475) dan Muslim (47) (74)]. Bahkan di dalam hadits lain ditegaskan:“Tidak akan masuk surga, seseorang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya” (H.R.Muslim). Di dalam hadits ini Allah mengkaitkan secara langsung antara keimanan dengan kemestian menjaga keamanan atau memberikan rasa aman kepada lingkungan, bahkan Allah ta`ala mengancam orang yang mengganggu ketentraman tetangganya dengan tidak akan dimasukkan ke surga Allah. Dan masih banyak lagi ajaran-ajaran Islam yang senada yang itu semua menunjukkan bahwa islam itu memang agama yang rahmatan lil alamain, karena Islam demikian kuatnya menekankan tentang kemestian bersosial seorang muslim terhadap lingkungannya, karib kerabatnya, keluarganya dan terhadap bangsa dan negaranya.
Dalam hal ini, memang ada upaya dari musuh-musuh Allah dan RasulNya Shalallahu `Alayhi Wasallam baik dari kalangan jin maupun manusia agar umat manusia tidak tertarik apalagi beriman kepada Islam yang indah ini. Mereka musuh-musuh Islam mencanangkan berbagai upaya antara lain melakukan makar dan jebakan-jebakan dalam rangka mengecoh dan mengelabui orang agar tidak tertarik dan masuk ke agama Islam. Jebakan-jebakan tersebut antara lain yang diistilahkan dengan asy syahawaat dan asy syubuhaat. Asy syahawaat yakni mengkampanyekan (menggiring) ummat kepada yang haram dan diekspresikan perkara yang haram itu sebagai sesuatu yang sangat indah dan bagus sementara yang diperintahkan oleh Allah itu sebagai sesuatu yang sangat jelek dan menyeramkan. Kemudian dengan syahwat ini orang dirayu dan dijebak kepada kegandrungan kepada pelanggaran syari`at Allah. Sebagai contoh seorang suami digiring seakan-akan memandang istrinya yang notabene setia menanti dirumah, halal, bersih dan mulya itu dikesankan sebagai sosok yang membosankan, sementara pelacur di jalanan yang kotor, rendah dan penuh dengan makar dan khianat itu dikesankan sebagai sesuatu yang menarik, indah dan menyenangkan. Sehingga orang yang terjebak ke dalam jebakan syahwat ini cenderung kepada sesuatu yang bernilai rendah di hadapan syari`ah daripada sesuatu yang jelas-jelas bernilai tinggi dan mulya di sisi Allat ta`ala. Yang ke dua adalah jebakan yang lebih dahsyat dari pada Asysyahawaat yakni jebakan Asysyubuhaat, yakni berbagai pengkaburan antara yang halal dengan yang haram. Yang halal dikesankan seakan-akan haram, dan yang haram dikesankan seakan-akan halal. Yang diajarkan oleh Nabi dikesankan seakan-akan menyimpang, sementara yang menyimpang dari ajaran nabi dikesankan seakan-akan sebagai ajaran Nabi. Orang menta`ati syari`at Allah dikesankan kuno, lugu dan penakut, akan tetapi orang yang melanggar syari`at Allah sering dikesankan pemberani, hebat, modern dan seterusnya. Bentuk-bentuk syubhat ini ada dua macam yakni At Tafrith dan Al Ifrath.
At tafriith yakni terlalu mengenteng-entengkan masalah agama. Mereka menganggap semuanya serba boleh, asal nggak terlalu, yang penting enak dan senang dan ungkapan-ungkapan yang senada dengan itu yang seakan-akan mereka ingin hidup bebas dari segala ikatan-ikatan agama.
Adapun Al ifraath adalah lawan dari tafrith yakni kecenderungan orang untuk digiring kedalam sikap ekstrim dalam penafsiran dan pengamalan agama atau yang diistilahkan oleh Rasulullah Shalallahu `Alayhi Wasallam dengan ghuluw. Rasulullah Shalallahu `Alayhi Wasallam mengingatkan kita terhadap sikap ghuluw ini didalam sabda beliau: ”Jauhkanlah diri kalian dari ghuluw (berlebih-lebihan) dalam agama, karena sesungguhnya sikap ghuluw ini telah membinasakan orang-orang sebelum kalian” (HSR. Ahmad (I/215, 347), dan lainnya, dari Sahabat Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhu). Umat-ummat sebelum kita seperti bani israil itu binasa karena sikap ghuluw terhadap agama dan batas-batas yang Allah tetapkan. Contoh dari sikap ghuluw ini antara lain merampok dikatakan berjihad, membunuh sesama muslim dikatakan berjihad. Padahal jihad itu memang disediakan di dalam Islam, namun karena ia juga merupakan salah satu bentuk ibadah di dalam Islam yang sebagaimana ibadah-ibadah yang lainnya, maka ia juga harus memenuhi ketentuan-ketentuan baku di dalam Islam tentang ibadah jihad tersebut, sehingga tidak boleh sembarangan mengatakan suatu perbuatan itu jihad sebelum syarat-syaratnya terpenuhi.

Begitulah di dalam pemahaman Islam yang ghuluw (ekstrim) yang ifrath ini Islam ditafsirkan dan ditampilkan sebagai agama yang serba perang, serba keras, serba pertumpahan darah, seolah-olah Islam itu harus menumpahkan darah, dan seolah-olah ibadah yang paling tinggi di dalam Islam ialah menumpahkan darah. Akhirnya dengan fitnah ifrath ini, sesuatu yang sesungguhnya sudah mempunyai batasan yang demikian jelas di dalam Islam itu akhirnya dibuang batas itu kemudian diganti dengan sesuatu yang difahami secara ekstrim (diluar batasan Islam) yang kemudian akhirnya pemahaman tersebut seakan-akan menjadi ajaran yang pokok dalam Islam. Rasulullah Shalallahu `alayhi Wasallam telah mensiyalir gejala ini di dalam sabda beliau dihadapan para sahabat beliau:” Akan muncul suatu kaum dari umatku yang membaca Al-Qur’an, yang mana bacaan kalian tidaklah sebanding bacaan mereka sedikitpun, tidak pula shalat kalian sebanding dengan shalat mereka sedikitpun, dan tidak pula puasa kalian sebanding dengan puasa mereka sedikitpun”. [Muslim II/743-744 No. 1064]. Ternyata apa yang diberitakan oleh Nabi Shalallahu `alayhi Wasallam ini terjadi di zaman khlifah Ali bin Abi Thalib kurang lebih 24 tahun sepeninggal nabi. Muncul suatu kelompok yang namanya khawarij. Mereka ahli ibadah luar biasa.

Sampai-sampai saking ahli ibadahnya mereka akhirnya merasa bahwa merekalah yang paling benar dan paling dekat dengan Allah. Bahkan mereka menganggap siapapun yang berada diluar komunitas mereka adalah kafir dan harus diperangi. Akhirnya mereka menjadi suatu gerombolan yang begitu ekstrim dan reaksioner dan keras terhadap kelompok-kelompok di luar mereka. Ketika mereka ditangkap oleh Khalifah Ali bin Abi Thalib dan sebagiannya dibunuh oleh Khalifah, didapati orang-orang yang ditangkap ini memang benar-benar ahli ibadah sebagaimana yang di beritakan oleh Rasulullah Shalallahu `Alayhi Wasallam kurang lebih 24 tahun sebelumnya. Dan pemahaman sesat semacam khawarij ini terus berkembang hingga saat ini termasuk di negeri kita tercinta ini.
Mengapa terjadi penafsiran ektrim seperti ini, penyebabnya ialah karena mereka di dalam menafsirkan agama lepas dari bimbingan Allah dan Rasulullah Shalallahu `alayhi Wasallam dalam menafsirkan Agama. Di dalam menafsirkan Agama, Rasulullah telah memberikan bimbingannya agar kita selamat dari penafsiran-penafsiran yang menyimpang, yakni didalam sabda beliau: “Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah, patuh dan taat walaupun dipimpin budak Habasyi, karena siapa yang masih hidup dari kalian sepeniggalku nanti maka akan melihat perselisihan yang banyak. Maka berpegang teguhlah kepada sunnahku dan sunnah pada Khulafaur Rasyidin yang memberi petunjuk berpegang teguhlah kepadanya dan gigitlah dia dengan gigi geraham kalian. Dan waspadalah terhadap perkara-perkara yang baru (yang diada-adakan) kepada hal-hal yang baru itu adalah kebid’ahan dan setiap kebid’ahan adalah kesesatan” [H.S.R Abu Dawud]”. Di dalam hadits diatas Rasulullah Shalallahu `alayhi Wasallam menjelaskan bahwa nanti sepeninggal beliau akan terjadi perselisihan yang banyak. Yakni akan muncul berbagai macam aliran-aliran sesat, akan muncul berbagai penafsiran-penafsiran agama yang carut marut, maka disaat itu nabi membimbing kita agar tetap belajar agama ini dengan hanya merujuk kepada ajaran Nabi Muhammad Shalallahu `alayhi Wasallam (Islam) dan ajaran para sahabat nabi( pemahaman 4 khalifah terbimbing yakni Abu Bakr, Umar, Utsman dan Ali terhadap Islam).

Sehingga bila terjadi perselisihan tau perbedaan pendapat di dalam suatu masalah, maka Rasulullah Shalallahu `alayhi Wasallam menuntun kita bukan membuat pendapat sendiri-sendiri, akan tetapi justru kita harus merujuk dan meneliti kembali ajaran nabi yakni agama Islam ini dan meneliti dan mempelajari pemahaman atau penafsiran 4 khalifah yang terbimbing tersebut terhadap ajaran Nabi Shalallahu `alayhi Wasallam (Islam) termasuk juga penafsiran para sahabat yang mereka pimpin pada masa itu. Sehingga bila ada sekian banyak pendapat, pemahaman dan penafsiran yang berbeda-beda yang beredar tentang suatu masalah, maka kita dibimbing untuk hanya memilih pendapat dan penafsiran para shahabat nabi tersebut terhadap perkara tersebut agar kita selamat dalam mengikuti pendapat dan pemahaman dan tentunya meninggalkan pendapat-pendapat yang bertentangan dengan pemahaman para shahabat nabi tersebut dari kalangan orang-orang setelah mereka (generasi setelah para shahabat Nabi). Sebab para shahabat Nabi adalah orang-orang yang paling kuat keilmuan Islamnya, karena mereka para shahabat adalah orang-orang yang bertemu secara langsung dengan Rasulullah Shalallahu `alayhi Wasallam, mereka belajar tafsir dan pemahaman Al Qur`an dan Assunnah langsung kepada Rasulullah Shalallahu `alayhi Wasallam, bahkan sebagian ayat dan hadits itu turun akibat teguran Allah terhadap perbuatan mereka dimasa jahiliyah itu.

Sehingga sangat wajar jika mereka menjadi orang-orang yang paling faham terhadap Islam dan penafsiran Islam dari pada orang-orang (generasi) yang setelah mereka. Rasulullah Shalallahu `alayhi Wasallam menjelaskan status mereka di dalam sabda beliau:” Sebaik-baik manusia adalah yang hidup pada masaku, kemudian masa berikutnya, kemudian masa berikutnya”. [Hadits Mutawatir sebagaimana dicantumkan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam “Al-Isabah” 1/12, dan disepakati oleh Suyuthi, Al-Manawi, Al-Kinani] Dua bentuk jebakan ini (AsySyahawaat dan Asyubuhaat) selalu dikampanyekan dan diupayakan oleh musuh-musuh Islam yang didalam hal ini terdiri dari manusia dan jin yang diistilahkan dalam syari`ah Islamiyah dengan Syaithan. Mereka berusaha menjebak manusia agar memandang Islam ini dengan pandangan yang salah.

Islam dikesankan sebagai agama yang tidak mengikat atau sebaliknya sebagai agama yang ekstrim serba keras. Yang harapan akhir mereka tidak ada lain yaitu agar umat Islam bisa keluar dari Islamnya (kufur) tanpa sadar, dan bagi orang-orang yang belum berislam agar anti dan phobi terhadap Islam. Dan inilah yang sering kita saksikan di banyak media masa, dimana Islam sering digambarkan kepada salah satu dari dua versi yang keliru ini. Padahal Islam adalah agama yang wasath (tengah-tengah). Tidak selalu ekstrim dan tidak pula selalu lunak. Ada kalanya Islam itu harus keras namun sering kali Islam itu harus lembut, tentu semua tergantung kondisi dan situasi yang ada. Namun pada dasarnya Islam itu kalau mau dinilai secara objektif adalah agama yang sangat cinta kedamaian dan penebar kasih sayang. Bahkan peperangan yang kadang terjadi sesungguhnya masih dalam rangka misinya untuk menebar cinta dan kasih sayang. Sebab terkadang ada suatu permasalahan itu yang tidak bisa diselesaikan kecuali dengan cara kekerasan dan perang. Namun Islam pada dasarnya mengajarkan bahwa segala amalan termasuk perang itu dalam rangka dakwah kepada kebenaran dan kebaikan yang hakiki, bukan sebaliknya dakwah dalam rangka perang sebagaimana pola pikir ekstrim tadi. Berhubung watak dan karakter masing-masing manusia itu berbeda-beda, maka metode untuk mengajak ummat manusia kepada kedamaian dan kebahagiaan yang hakiki tersebutpun tentunya berbeda-beda pula. Ada tipe orang yang cukup disikapi dengan lembut sudah bisa memahami kebenaran Islam ini, namun ada pula tipe orang yang perlu perlakuan khusus baru bisa memahami kebenaran Islam ini.

Demikianlah sesungguhnya ummat Islam menjalankan misi agamanya untuk menebarkan kasih sayang yang hakiki kepada seluruh umat manusia. Walaupun ungkapan rasa sayang itu terkadang harus diekspresikan dengan cara kekerasasan. Rasulullah Shalallahu `alayhi Wasallam bersabda: ”Dari Ibnu Umar radhiallahuanhuma, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :”Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada Ilah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, menegakkan shalat, menunaikan zakat. Jika mereka melakukan hal itu maka darah dan harta mereka akan dilindungi kecuali dengan hak Islam dan perhitungan mereka ada pada Allah Subhanahu wata’ala.”(Riwayat Al Bukhari dan Muslim)”.

Terkadang Rasulullah Shalallahu `alayhi Wasallam memerangi orang-orang yang masih ingkar kepada Allah, namun tujuan akhir dari peperangan itu tidak lain ialah agar orang tersebut akhirnya mau mengucapkan dan meyakini kalimah “laa ilaaha illallah”, suatu kalimat yang dengan mengucapkannya orang tersebut akan dijamin oleh Allah akan masuk ke surgaNya. Tentunya tidak ada kenikmatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan surga dan melihat wajah Allah yang mulia di sana. Inilah ungkapan sayang yang hakiki dari Rasulullah Shalallahu `alayhi Wasallam dan kita para pengikutnya. Namun sayangnya efek dari ungkapan tersebut terkadang tidak bisa mereka rasakan di dunia ini, melainkan nanti di hari perhitungan akhirat. Maka beruntunglah bagi mereka yang mau membuka akal sehatnya menyambut ungkapan sayang tersebut dengan surga yang yang akan mereka dapatkan dan celakalah bagi mereka yang menolak ungkapan dan ajakan kasih sayang tersebut dengan siksaan neraka yang membinasakan. Wal iyadzubillah. Wallahu a`lamu bish shawab.